SURAT-MENYURAT

Surat DPKLTS permohonan segera sesudah SBY jadi presiden, untuk stop jatigede, sebagai berikut :





Bandung, 26 Oktober 2004

Nomor:  30/DPKLTS/Ext/X/04
Perihal:   Permohonan pembatalan Rencana Waduk jatigede
Sifat:      AMAT SEGERA

Kepada:
Yth. Presiden Republik Indonesi Bapak Susilo Bambang Yudhoyono

Mula pertama perkenankan kami, Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar
Sunda (DPKLTS) mengucapkan selamat atas kepercayaan rakyat Indonesia yang telah
menunjuk Bapak selaku Presiden Republik Indonesia masa bakti 2004 – 2009. Kami
selaku anggota masyarakat akan selalu mendukung kepemimpinan Bapak secara kritis
korektif sehingga tercapai cita-cita Indonesia yang aman, adil dan sejahtera.
Berkaitan dengan masalah lingkungan dan kebutuhan air di Jawa Barat, khususnya yang
berkaitan dengan pembangunan Rencana Waduk Jatigede, bersama ini dengan hormat
kami perlu menyampaikan hal-hal sebagai berikut kepada Bapak:
1. Rencana Waduk Jatigede terletak di daerah aliran sungai Cimanuk, Kabupaten
Sumedang, akan menenggelamkan wilayah seluas 4.143 hektar yang terdiri dari
29 desa dalam 6 kecamatan yang makmur, berpenduduk 38.000 jiwa, memiliki
infrastruktur berupa jalan, irigasi, sekolah, puskesmas, dan lain-lain yang lengkap.
Tercakup pula di dalamnya kawasan hutan seluas 1.200 hektar, persawahan subur
seluas 1.900 hektar, dan kebun campuran seluas 430 hektar.

2. Upaya membangun rencana Waduk Jatigede ini telah digulirkan sejak tahun 1963
yang lalu, yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi persawahan
di wilayah pantai utara Jawa Barat seluas kurang lebih 130.000 hektar dan juga
untuk keperluan tenaga listrik dengan rencana kapasitas terpasang 200 megawatt.

3. Sejak awal rencana Waduk Jatigede ini telah menjadi sumber konflik pro dan
kontra yang semakin lama semakin menajam dan meluas melibatkan berbagai
kalangan termasuk pemerhati lingkungan. Masalah sosial yang timbul terutama
bagi masyarakat yang lahan dan permukimannya akan tergenang. Sebagian telah
menerima ganti rugi dan sebagian lagi belum menerima ganti. Sebagian dari yang
telah menerima ganti rugi telah dimukimkan ke wilayah lain di luar rencana
genangan. Namun karena tidak ada kepastian realisasi pembangunan rencana
Waduk Jatigede ini, dan dengan alasan permukiman yang baru tidak dapat
menunjang kehidupannya, maka masyarakat yang telah dimukimkan di wilayah
lain tersebut kembali lagi ke tempat tinggalnya yang lama di wilayah rencana
genangan. Besar uang ganti rugi juga menimbulkan permasalahan tersendiri antara
penduduk dengan aparat pelaksana di lapangan, sehingga sebagian masyarakat ada
yang setuju dan sebagian lagi menolak pembangunan rencana Waduk Jatigede.

4. Kami Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS)
termasuk yang mengusulkan agar pembangunan rencana Waduk Jatigede ini
dibatalkan saja. Adapun alasannya, di luar permasalahan sosial yang kami
sebutkan di atas, antara lain:
a. Pada saat rencana Waduk Jatigede ini digulirkan 40 tahun yang lalu,
kondisi sungai Cimanuk masih sehat, namun saat ini tengah sakit parah.
Tahun 1958 – 1969 koefisien run-off-nya 0,50 sedangkan tahun 1997 –
2002 koefisien run-off-nya telah mencapai 0,75. Koefisien rejim sungai
(KRS) telah berada pada angka 250, padahal untuk sungai yang sehat KRS
< 50.
b. Citra satelit menunjukan bahwa seluruh daerah tangkapan air hujan di hulu
daerah aliran sungai Cimanuk seluas 170.000 hektar berada pada keadaan
kritis dan dikhawatirkan dapat membawa material tanah yang tererosi
mencapai 8,5 juta ton/ tahun yang pada gilirannya akan memenuhi waduk.
c. Lokasi rencana bendungan terletak pada wilayah yang memiliki sifat
geologi yang lemah dan mudah longsor. Disamping itu bila rencana tinggi
bendungan mencapai 100 m dan volume genangan air waduk 1 milyar m3,
sangat dikhawatirkan dengan kondisi geologi yang lemah tersebut akan
menimbulkan kejadian gempa imbas yang dapat menimbulkan bencana
yang tak terduga.
d. Dari segi total biaya, pembangunan rencana waduk Jatigede berikut
infrastruktur pendukungnya sangat mahal, yaitu bisa mencapai Rp 7
trilyun termasuk bunga pinjamannya Rp 1 trilyun lebih.
5. Untuk mengatasi kebutuhan air terutama di wilayah pantai utara Jawa Barat, kami
mengusulkan alternatif sebagai berikut:
    a. Memulihkan kondisi hutan di hulu sungai Cimanuk yang saat ini berada dalam keadaan sangat kritis. Membangun waduk di sungai yang sakit akan sia-sia, pengorbanan rakyat dan investasi yang besar menjadi tidak berarti. Waduk tidak akan berfungsi karena sedimentasi yang berlebihan dan pasokan air yang tidak memadai terutama di musim kemarau, seperti yang terlihat pada waduk-waduk Saguling, Gajahmungkur, Kedungombo, dan lain-lain.
    b. Biaya pemulihan hutan dan kawasan lindung yang kritis jauh lebih murah
dari pada membangun waduk. Dengan perkiraan biaya per hektar sekitar
Rp. 4 juta, maka untuk total 170.000 hektar lahan kritis diperlukan tidak
akan lebih dari Rp. 1 trilyun berikut biaya pemeliharaannya. Bahkan
masyarakat setempat akan memperoleh peningkatan kesejahteraan bila
diberikan peran utama sebagai tenaga pelaksana dan pengawasnya. Dalam
waktu setahun dipastikan kondisi hidro-orologis wilayah ini mulai pulih.

6. Perlu dikembangkan konsep lumbung air di setiap kabupaten yang sering
mengalami kekeringan. Dalam UU No. 41/ tahun 1999 tentang kehutanan
disebutkan bahwa setiap daerah aliran sungai (DAS) paling tidak 30% dari
luasannya harus berupa hutan. Bila hal ini diterapkan pada DAS-DAS yang
mengalir di wilayah pantai utara Jawa Barat, yaitu: DAS Kali Bekasi – Cikarang,
DAS Citarum, DAS Pagadungan, DAS Ciherang, DAS Cilamaya, DAS Ciasem,
DAS Cipunagara, DAS Kedungwungu, DAS Cilalanang, DAS Cipanas, DAS
Pangkalan, DAS Cimanuk, DAS Ciwaringin, DAS Cibagor, DAS Cisanggarung,
maka sangat diharapkan bahwa wilayah pantai utara Jawa Barat akan terbebas dari
bencana kekeringan di musim kemarau.

7. Dari keseluruhan DAS yang mengalir ke utara tersebut DAS Citarum dan DAS
Cimanuk merupakan dua DAS terbesar, yang lain boleh dikatakan berukuran lebih
kecil. Lima puluh tahun lebih negara kita melupakan pemeliharaan sungai-sungai
kecil. Padahal sungai-sungai kecil ini merupakan penyumbang kebutuhan air di
wilayahnya. Oleh sebab itu seyogyanya segera perlu ada gerakan revitalisasi
sungai-sungai kecil berbasis perbaikan DAS dan kawasan lindung.

8. Telah saatnya dijalin sinergi antara sektor pengairan di Departemen Pekerjaan
Umum dengan sektor kehutanan di Departemen Kehutanan untuk membangun
infrastruktur alam hutan dan kawasan lindung yang pada gilirannya akan
memenuhi kebutuhan sumber daya air secara berkelimpahan dan terkendali.

Demikian kiranya masukan kami atas pembangunan rencana Waduk Jatigede, yang
menurut kami sebaiknya dibatalkan, dan mengambil alternatif lain yang jauh lebih
murah, mudah, dan dapat diandalkan seperti dijelaskan di atas. Atas perhatian Bapak,
kami mengucapkan terimakasih.

Ketua Dewan Penasihat,
SOLIHIN GP

Tembusan kepada Yth:
1. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS
2. Menteri Pekerjaan Umum
3. Menteri Kehutanan
4. Menteri Negara Lingkungan Hidup
5. Gubernur Propinsi Jawa Barat
6. Arsip
read more...